twitter
rss

Layanan Home Visit

TERAPIS WICARA HOME CARE/VISIT/TERAPI DI RUMAH

Terapi wicara merupakan terapi yang di lakukan untuk merehabilitasi ketidakmampuan fungsi bicara dan menelan agar dapat berkomunikasi dengan...


Punya anak bawel, pinter ngomong pasti seneng ya bun… Tapi pasti di antara kita sebagai orang tua pernah mendengar anak berkata “kasar atau kotor”. Wooow…pasti kaget banget..dan bakal jadi malu kalau hal itu terjadi di depan umum. Pastinya orang-orang akan menganggap kita tidak bisa mendidiknya. Aduuuh…kacau kan ya bun kalau kayak gini…mau taro di mana ini rasa malunyaaa…Hmhmhm..tenaaaang bun semua pasti ada solusinya. Ketika kita mendengar anak berbicara “kasar dan kotor” lakukan lah hal-hal berikut ini :

Pertama, kita harus tenang bun… Jaga ekspresi dan reaksi kita. Bisa jadi dia Cuma asal ngomong saja, padahal tidak tahu makna kata yang diucapkannya. Jangan marah, membentak, apalagi langsung memberikan hukuman fisik karena hal ini tidak akan memberikan dampak apa-apa, kecuali anak malah akan merasa bahwa anda kejam padanya. Ketika reaksi dan ekspresi kita berlebihan seperti tertawa maka anak akan menganggap hal tersebut bagus, wah dan pastinya anak akan mengulang-ngulang lagi kata “kasar dan kotor” tersebut.

Kedua, Tanyakan pada anak dari mana kata-kata tersebut ia dapatkan. Lalu kemudian jelaskan mengapa ia tidak boleh berkata itu lagi.

Ketiga, Berikan konsekuensi dan bersikap tegas ketika anak masih berkata “kasar dan kotor”.

#Oh yaaa..jangan lupa di share ya bun...jangan cuma pinter sendirian aja...kasih tau juga semua temen sanak saudara, handaitaulan, om, tante dan lain-lain....hehe, Arigato... 

(tcap/as/IV/19)




 

1.   Pengawasan Orang Tua

Strategi penanganan biasanya menekankan pada menghilangkan perilaku yang berbahaya, melukai diri sendiri maupun orang lain. Mendorong keterampilan bantu diri (misalnya membersihkan diri setelah buang air kecil/besar atau cara menggunakan kamar mandi, mandi/ merawat tubuh/berpakaian, makan dan minum sendiri), kepatuhan pada peraturan atau permintaan sederhana, munculnya perilaku emosional dan sosial yang sederhana, mongomunikasikan/ mengutarakan kebutuhannya, bermain. Untuk penyandang autis, hasil penanganan bisa sangat bervariasi, bergantung pada anaknya sendiri, orangtua, kualitas dari penanganan dan pendidikan, serta kesempatan-kesempatan yang ada di kemudian hari. Kunci penanganan anak autis adalah perhatian dan kasih sayang.

2.   Kontrol dan Konsistensi dari Orang Tua


Anak dengan berkebutuhan khusus mengalami kesulitan, keterlambatan dan membutuhkan proses yang panjang dalam belajar toiletting (Williams & Wright, 2004). Adanya kesulitan dalam belajar toiletting pada anak  ini disebabkan karena anak menggunakan bahasa komunikasi yang terbatas, mereka mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan apa yang diinginkan. Anak berkebutuhan khusus juga mengalami kesulitan dalam social awareness, maksudnya adalah ia tidak menyadari aturan-aturan sosial yang ada di sekitarnya. Anak juga mengalami kesulitan dalam sensory awareness, maksudnya adalah ia mengalami kesulitan dalam mengenali isyarat-isyarat saat ia akan harus buang air kecil atau besar. Oleh karena itu, orangtua harus membantu anak untuk belajar toiletting dengan strategi tertentu karena hal ini akan membantu mengembangkan keterampilan sosialnya. Pengajaran mengenai toiletting bisa dilakukan dengan kontrol yang ketat dari orangtua. Peraturan dari orangtua disampaikan secara konsisten dan tepat, sehingga anak mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

3.     Keterlibatan orang tua


Keterlibatan orang tua dalam membantu perkembangan anak berkebutuhan khusus merupakan bagian penting dalarn proses pendidikan/ terapi anak untuk mencapai perkembangan yang maksimal. Keterlibatan orang tua dapat termanifestasikan dalam proses penanganan, pemberian pembelajaran/terapi, pemberian informasi, pembuatan program anak, menentukan kapan harus diterapi, memilihkan dokter, psikolog dan para terapis yang sesuai dan dibutuhkan oleh anak dan sebagainya. Dengan kata lain orang tua merupakan manager bagi anaknya sendiri.
Pentingnya keterlibatan orang tua terhadap aktifltas anak demi kemajuan anak. Ada banyak bukti bahwa engangment orang tua memberikan dampak yang cukup signifikan bagi perkembangan anak. Ada pernyataan bahwa dengan keterlibatan orang tua yang cukup, maka 90% dapat meningkatkan perkembangan anak. Namun demikian setidaknya dengan keterlibatan orang tua, maka bentuk pertanggungjawaban perkembangan anak diberikan, terlepas dari kemajuan dan keberhasilan anak.
Komunikasi antara rumah dan sekolah merupakan sebuah aspek panting untuk keberhasilan murid-murid ABK di sekolah. Cara berkomunikasi dengan orang tua dapat menggunakan cara sederhana yakni dengan selembar kertas laporan mengenai perkembangan anak. Dapat dimulai dengan dari hal-hal positif mengenai perkembangan anak dan mengubah hal-hal negatif menjadi bagaimana perbaikan dilakukan.

4.   Memahami perilaku anak


Mengatur perilaku anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah, orang tua dari anak ABK sebaiknya dapat menjadi “detektif” terhadap perilaku anaknya. Menjadi seorang detektif mungkin akan membantu orang tua. Misalnya adalah jika anak memukul-mukulkan tangannya ke kepala. Terdapat kemungkinan alasan ia berperilaku seperti itu, mungkin karena pusing, merasa bosan, menyukai sensasi dari perilaku tersebut, atau frustasi. Orang tua harus memastikan alasan kenapa anak berperilaku demikian. Salah satu caranya adalah dengan melihat apa yang terjadi sebelum perilaku tersebut muncul, lalu apa yang terjadi saat anak tantrum dan terakhir adalah apa yang terjadi setelah anak tantrum. Dengan memahami perilaku anak, orangtua akan lebih dapat menerima keadaan anak mereka dan mengerti bagaimana mengasuh anak  ABK.

5.   Mengajarkan keterampilan sosial


Mengasuh pada dasarnya adalah lebih dari sekedar mengatur perilaku anak, tetapi juga menjaga atau memelihara anak, mencintainya, dan merawatnya. Mengasuh anak ABK juga lebih dari sekedar melakukan pengasuhan mendasar, tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial untuk anaknya; mengembangkan keterampilan berkomunikasi; menghadapi tantrum, agresi, dan frustasi yang dialami anaknya; memberikan makan, minum, atau nutrisi pada anaknya; mengajari anak untuk toiletting, tidur, melakukan hal yang menyenangkan; menghadapi kebiasaan- kebiasaannya; menghadapi tingkah laku dan gerakan berulang (repetitive).

6.   Mengembangkan kemampuan okupasi anak


Anak ABK juga melakukan preoccupation atau kesenangan terhadap objek-objek tertentu. Anak ABK seperti autisme sering melakukan preoccupation yang aneh, misalnya mengumpulkan objek-objek yang tidak biasa (misalnya baterai yang sudah kosong, kunci, stik, batu, bulu, atau lain sebagainya). Selain itu, mereka juga melakukan preoccupation dengan intensitas yang tidak normal, maksudnya ialah anak dengan autisme akan tertarik dengan objek- objek tertentu dalam jangka waktu yang cukup lama, misalnya menjajarkan sabun- sabun atau peralatan mandi di sekitar bak mandi secara tidak teratur, dan lain sebagainya. Maka dari itu, orangtua diharuskan dapat mengarahkan kesenangan anaknya pada suatu hal yang dapat mengembangkan kemampuan anaknya.

#SILAHKAN SHARE N LIKE


(tcap/as/IV/19)




Perlakuan bullying atau perundungan akhir-akhir ini semakin marak. Hal ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, namun juga terjadi pada anak-anak SD - SMA bahkan tingkat taman kanak-kanak (TK). Sebagai orang tua tentu kita tidak bisa menjaga anak setiap saat agar terhindar dari bullying. Sebagai solusinya orang tua harus dapat membuat si anak menjadi tangguh dikehidupannya dan dapat membela diri saat bullying terjadi. Berikut beberapa hal yang dapat diajarkan kepada anak agar dapat menghadapi pelaku dan membela diri saat di-bully :

1. Perlihatkan kepercayaan diri
Kepercayaan diri anak akan membuatnya terhindar dari bullying. Membangun tingkat kepercayaan diri bisa dimulai dengan bahasa tubuh yang meyakinkan, berjalan dengan tenang, dan berani melakukan tatap mata.
Latih anak agar dapat melakukan hal itu dengan baik sekalipun ia sedang merasa ketakutan maupun tak percaya diri. Membangun mental adalah kunci utama agar tak ditindas.

2. Membentuk grup pertemanan
Pelaku bullying atau perundungan biasanya tidak menjadikan anak yang punya teman sebagai target. Mereka biasanya menyerang anak-anak yang tampak tak punya teman.
Jika anak Anda adalah tipe anak yang tak punya teman, maka ajari dia menjalin persabahatan walau hanya dengan satu teman. Grup pertemanan akan mencegah perundungan.

3. Ajari anak untuk lebih peka
Ajak anak untuk lebih waspada dengan lingkungan sekitarnya. Apalagi jika terasa ada sesuatu yang tak beres di sekelilingnya.
Melatih kepekaan anak tentang lingkungan tak dapat dilakukan dalam waktu sehari. Mengajari anak membela diri dengan melatih kewaspadaannya, bertujuan untuk menghindarkannya dari keadaan terpojok dan tempat sepi saat dikeroyok.

4. Hindari perkelahian
Kadang, menghindari perkelahian dianggap sebagai tindakan pengecut. Namun, Anda dapat mengatakan pada anak bahwa menghindari perkelahian sama saja sedang mencegah situasi yang lebih buruk terjadi.
Maka, sebelum situasi jadi lebih runyam, lari adalah cara terbaik untuk mencegahnya. Ajari anak kepekaan untuk mempertajam instingnya kapan tanda bahaya untuk lari diperlukan.


5. Gunakan suara yang tegas
Para perundung biasanya tak akan menyerang orang yang memiliki kepercayaan diri dalam suaranya. Namun, hal ini perlu latihan khusus, terutama dalam situasi darurat.
Suara yang tegas juga dapat menjadi teror mental para perundung bahwa lawannya bukanlah orang yang lemah. Sehingga lawan akan berpikir ulang soal serangan yang ia rencanakan.

6. Selalu cari pintu keluar
Kemanapun anak pergi, ajari ia untuk selalu mencari di mana letak pintu keluar. Hal ini akan berguna jika nantinya anak dikepung di sebuah tempat oleh segerombol orang di ruangan tertentu.

7. Berteriak
Salah satu cara mengajari anak membela diri saat terjadi perundungan adalah dengan memintanya berteriak kapanpun ia merasa akan diserang. Selain akan mengacaukan konsentrasi lawan, barangkali akan ada juga bantuan yang datang untuk menolong anak.
Yang jelas, diam saja bukanlah ide yang baik dalam keadaan darurat.

8. Mengikuti kelas bela diri
Bullying seringkali melibatkan serangan fisik. Dengan mengikuti kelas bela diri, anak akan dapat membela diri saat dirundung.
Anak juga dapat mengetahui bagaimana caranya merespon serangan. Selain itu, olahraga bela diri juga dapat meningkatkan kepercayaan anak dan membuat anak dapat melindungi orang sekitarnya yang ditindas oleh perundung.

9. Gunakan teknik bela diri
Orangtua sering takut jika anaknya terlibat dalam perkelahian fisik. Namun, dalam menghadapi perundung yang melakukan serangan fisik, hal itu diperlukan.
Di dalam teknik bela diri ada banyak cara yang gunanya bukan menyerang, namun menghindar. Ajari anak untuk fokus pada menghindari serangan dibanding dengan menghadapinya.

10. Bermain peran dengan anak
Cobalah bermain peran dengan anak untuk memberikan gambaran tentang cara menanggapai orang asing yang mendekati dirinya.


Perlu anda ketahui bahwa anak yang tak dapat membela diri saat terjadi perundungan berpotensi mengalami depresi saat ia dewasa kelak. Selain itu, ada beberapa berita seputar anak yang bunuh diri atau jadi cacat seumur hidup karena bullying.
Maka, mencegah anak dirundung dengan mengajarinya hal-hal di atas dapat menjadi modal sosialnya untuk menghadapi dunia yang sebenarnya. Dengan belajar membela dirinya sendiri, ia juga akan lebih mudah mencari jati diri


*SEBARKAAAN untuk menambah wawasan bagi yang lain.

(tcap/as/III/19)


Mempunyai anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri. Ada sebagian orang yang mudah untuk mendapatkan keturunan dan ada sebagian lagi yang harus dengan perjuangan.  Ketika pasangan suami istri sudah diberikan seorang anak, tentunya menginginkan anak yang sehat baik secara fisik maupun mental. Namun terkadang Tuhan berkehendak lain. Ada beberapa orang tua istimewa yang diberikan anak yang berkebutuhan khusus (ABK). Pada awalnya, setiap orang tua yang memiliki anak bermasalah atau berkebutuhan khusus akan bereaksi tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak mudah bagi orangtua yang anaknya berkebutuhan khusus untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan (acceptance). Ada masa orangtua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orangtua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani anaknya tersebut.

Penerimaan orangtua sangat mempengaruhi perkembangan ABK dikemudian hari. Sikap orangtua yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa anaknya memiliki “gangguan” akan sangat buruk dampaknya, karena hal tersebut hanya akan membuat anak merasa tidak dimengerti dan tidak diterima apa adanya serta dapat menimbulkan penolakan dari anak dan lalu termanisfestasi dalam bentuk perilaku yang tidak diinginkan. Bagaimanapun ABK tetaplah seorang anak yang membutuhkan kasih sayang, perhatian dan cinta dari orangtua, saudara dan keluarganya.

Bentuk penerimaan orangtua dalam penanganan ABK adalah dengan mema- hami keadaan anak apa adanya; memahami kebiasaan-kebiasaan anak; menyadari apa yang sudah bisa dan belum bisa dilakukan anak; membentuk ikatan batin yang kuat yang akan diperlukan dalam kehidupan di masa depan dan mengupayakan alternatif penanganan sesuai dengan kebutuhan anak.

Pentingnya penerimaaan orangtua terhadap anak ABK dalam proses terapi akan sangat menentukan kemajuan proses terapinya. Adapun bentuk peran serta orangtua dalam terapi anak ABK sangat beragam, dari mulai mengantar ke tempat terapi, melakukan pendampingan secara intensif, melakukan pengecekan kepada terapis, mencari informasi-informasi baru untuk menambah wawasan sehingga dapat mela- kukan terapi dirumah, melakukan evaluasi secara periodik (harian, mingguan, bulanan), mengikuti perkumpulan orang tua anak ABK, serta selalu mengikuti perkembangan anak.

Terapi yang diberikan kepada setiap anak ABK memang akan lebih efektif apabila melibatkan peran serta orangtua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang- tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang dicapai oleh anak  mereka dalam setiap fase terapi. Dengan kata  lain, orangtua tidak hanya memasrahkan perbaikan anak mereka kepada para ahli atau terapis tetapi juga turut menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh anak. Dengan  demikian, akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara orangtua dan anaknya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan  emosional dan mental anak menjadi lebih baik dari sebelumnya.



*silahkan share artikel ini untuk berbagi wawasan baru dengan yang lain.

(TCAP/AS/III/19)



A.      DEFINISI PERILAKU

       Perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup (Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1).
       Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula.
       Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.

B.      BENTUK-BENTUK PERILAKU ANAK

        1. Pembangkangan (negativisme), yaitu reaksi anak berupa pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ada
2      2. Agresi, yaitu perilaku menyerang balik baik secara fisik (non verbal) maupun kata-kata (verbal),
3      3. Berselisih atau bertengkar, hal ini bisa terjadi apabila ada anak yang tersinggung oleh tingkah anak lain,
4      4. Persaingan, yaitu keinginan untuk melebihi orang lain, 
5      5. Kerjasama, biasanya pada usia anak 4 tahun, 
6      6. Tingkah laku berkuasa, wujudnya anak suka meminta, memerintah, mengancam dan memaksa, 
7       7. Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egosentris dalam memenuhi keinginan sendiri, 
8       8. Simpati, seiring bertambahnya usia perlahan-lahan sikap mementingkan diri sendiri akan hilang ketika anak sudah mulai perhatian   terhadap orang lain dan mau bekerjasama dengan orang lain.

Permasalahan  perilaku  anak  adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan ketidakmampuan penyesuaian diri.

C.      FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN TIMBULNYA PERMASALAHAN PERKEMBANGAN

       Faktor Biologis
Faktor biologis ini tidak lepas dari keterkaitannya dengan pertumbuhan fisik yang selanjutnya berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak.
       Lingkungan Keluarga
        Keadaan keluarga tertentu yang bisa menyebabkan masalah emosional pada anak-anak. :
-          Orangtua.
-           Komposisi dan keadaan keluarga.
       Lingkungan Sosial
        Satu dimensi dalam lingkungan sosial yang nampak berpengaruh dalam membentuk pola-pola perilaku anak-anak adalah fenomena modelling, dengan meniru perilaku orang lain.

D.      JENIS-JENIS PERMASALAHAN PERILAKU ANAK
a.       Perilaku dengan kegelisahan (Conduct/restless), yaitu yang merujuk pada perilaku agresif, tantrum, konsentrasi rendah, terlalu aktif, sulit diatur, dan merusak
b.      Perilaku ketidakmatangan/terisolasi (Isolated/Immature), yaitu perilaku yang menunjukkan pada perilaku ketergantungan secara berlebih, konsentrasi rendah, cenderung menarik diri, serta sangat sensitif
c.       Perilaku yang merujuk pada keadaan emosi atau ketidaksenangan (Emotional/Miserable). Area permasalahan ini merujuk pada perilaku kecemasan, temper tantrums, buang air besar/kecil di celana, menunjukkan banyak reaksi ketakutan, menuntut perhatian, anak yang menangis berlebihan.

E.       PENGARUH PERMASALAHAN PERILAKU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK
a.       Dampak internal, yaitu akibat yang tertuju pada diri sendiri; munculnya emosi yang negatif dan temperamen yang sulit, serta tidak mampu beradaptasi (Bates dan Bayles, 1988), perkembangan kognitif yang terhambat berkenaan dengan ketidakmampuan menyesuaikan dengan program kegiatan belajar (Stevenson dalam Koot, 1996).
b.      Dampak eksternal, yaitu akibat yang tertuju pada lingkungan anak, seperti mengganggu suasana kelas serta penolakan  teman  sebaya  (Grainger, 1997).

F.       CARA-CARA MENGATASI MASALAH PERILAKU ANAK

       Menasehati dengan tegas
Cara pertama untuk mengatasi anak yang memiliki masalah perilaku yakni dengan menasehati. Apabila anak Anda sering marah bahkan membanting barang, cobalah nasehati secara lembut bahwa perbuatannya itu tidak baik dan dibenci Tuhan. Sampaikanlah hal ini dengan tegas namun jangan membentak Anak berlebihan.
       Bersikap sabar
Menasehati anak tidak cukup hanya sekali atau dua kali. Anda harus melakukannya berkali-kali hingga anak benar-benar memahaminya. Setiap kali anak mulai berperilaku menyimpang, maka segera katakan “Jangan begitu, perbuatanmu salah!”. Yang terpenting jangan berikan ia celah untuk melakukan hal-hal yang tidak baik.
       Memberi hukuman
Hukuman cukup penting untuk menghentikan sikap agresif anak.
       Ajarkan untuk meminta maaf
Apabila anak tersebut memukul temannya, maka ajarkan kepada ia cara meminta maaf. Berikan pilihan kepada anak, “Apakah ingin dihukum? Ataukah meminta maaf?!”. Ajarkan bahwa memukul adalah tindakan keliru. Dipukul itu sakit. Jadi jangan memukul orang lain.
       Ajaklah berbicara
Ada beberapa orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga tidak peduli terhadap anak. Mereka tidak mengerti mengapa anaknya bersifat temperamen dan suka marah-marah saat berada di rumah? Apa penyebabnya?
       Berikan pujian
Memberikan pujian bagi anak kecil itu sangat penting. Anak kecil cenderung merasa bangga dan senang apabila dipuji.
       Motivasi untuk berbuat baik
Membelikan hadiah untuk anak bukan berarti memanjakannya. Tidak apa-apa jika tidak terlalu sering.
       Memberikan contoh yang baik
Salah satu faktor yang menyebabkan anak berperilaku agresif karena mencontoh dari lingkungannya. Misalnya ibu dan ayahnya suka bertengkar dan berkata kasar. Maka otomatis anak juga akan meniru.
       Ajaklah berolahraga
Jangan mendiamkan anak di dalam rumah saja. Sebaiknya, ajaklah ia berolahraga setiap hari (misalnya jogging, bersepeda atau lainnya).
       Pantau saat menonton TV
Tak jarang sebuah sinetron menunjukkan sikap pemeran antagonis yang jahat dan marah-marah. Hal ini bisa saja ditiru oleh anak yang menontonnya. Sehingga secara tak langsung akan membangun karakter anak itu menjadi mirip orang di televisi tersebut. Hal ini bahaya sekali. Ini sesuai dengan penelitian Bandura seorang ahli Psikologi.
       Ajarkan untuk bersikap disiplin
Disiplin disini berarti Anda memberikan batasan-batasan yang jelas dan tidak boleh dilanggar. Semisal, “ibu hanya akan membelikan mainan jika mainanmu rusak”. Kemudian atur juga jam tidurnya, waktu belajar, waktu bermainnya dan waktu makan.
       Jangan terlalu dimanjakan
Orang tua jaman sekarang cenderung terlalu memanjakan anak-anaknya. Akibatnya, si anak tumbuh menjadi pribadi yang “lembek”, egois, segala kemauannya ingin dituruti dan tidak mau dinasehati.
       Jangan berbuat kasar pada anak
Jika Anda menimpalinya dengan perbuatan kasar (seperti membentak atau berbuat kekerasan fisik) maka hal ini hanya menyelesaikan masalah untuk sesaat.
       Berkonsultasi ke Psikolog Anak
Apabila masalah perilaku anak tidak juga menghilang walaupun Anda telah mempraktekkan metode-metode diatas, atau bahkan sudah melekat hingga ia berusia lebih dari 5 tahun, maka sebaiknya Anda berkonsultasi ke Psikolog Anak.

(TCAP/AS/III/19)