twitter
rss

Layanan Home Visit

TERAPIS WICARA HOME CARE/VISIT/TERAPI DI RUMAH

Terapi wicara merupakan terapi yang di lakukan untuk merehabilitasi ketidakmampuan fungsi bicara dan menelan agar dapat berkomunikasi dengan...



Orang tua manapun tentu ingin anaknya tumbuh jadi anak yang pintar dan berprestasi. Dengan harapan agar anaknya menjadi yang terdepan, orang tua pun memasukkan anaknya ke sejumlah lembaga kursus sejak dini. Padahal tidak semua anak senang les ini itu. Karena bagaimanapun dunia anak adalah dunia bermain.

Dituturkan psikolog anak dan remaja, Ratih Zulhaqi, orang tua perlu memahami batas kemampuan dan minat anaknya. Inilah yang menjadi dasar untuk mengikutkan anak ke kegiatan les. Misalnya saja anak tertarik belajar bahasa, kemudian ditawari apakah mau ikut les bahasa tertentu. Contoh lainnya jika anak kurang bisa berhitung, ditawarkan juga apakah anak mau ikut les berhitung.

Jika anak mau ikut les, tapi di tengah jalan lantas ogah-ogahan karena terbebani, janganlah memaksakan. Orang tua perlu mengingat bahwa wujud sayang anak bukanlah dengan membuatnya sibuk mengikuti les ini dan itu. Anak butuh diarahkan, tapi jangan dipaksa menjalani sesuatu yang kemudian menggantikan aktivitas bermainnya dengan setumpuk tugas dan tanggung jawab.

"Yang perlu diajarkan adalah sistem regulasi diri dan waktu. Karena itu orang tua perlu tahu batas kemampuan anaknya," kata Ratih dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis pada Selasa (25/11/2014).

Kakak beradik, sambung Ratih, juga tidak bisa disamakan pola pengasuhannya. Misalnya saja anak pertama memiliki IQ yang superior, anak kedua biasa saja, sedangkan anak ketiga IQ-nya superior tapi perilakunya tidak superior. Nah, orang tua perlu membedakan cara menangani anak-anaknya.

Mungkin anak pertama bisa langsung mengerjakan PR tanpa disuruh dan tidak terbebani. Sedangkan anak kedua perlu waktu lebih banyak untuk mengulang, dan anak ketiga cenderung tidak bisa mengatur waktu sehingga perlu diberi tantangan. "Karena anak beda-beda ya beda pula bagaimana menangani. Jangan disamaratakan dan jangan pula dibanding-bandingkan," saran psikolog yang praktik di Klinik Kancil ini.

Dijelaskan Ratih, banyak orang tua yang panik dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM). Terlepas dari perlu tidaknya sistem ini direview kembali, namun orang tua jangan buru-buru memarahi anak saat nilainya tidak memenuhi standar.

"Jangan dimarahi, tapi dibimbing baik-baik. Jangan menilai anak dari buruknya saja," ucap Ratih.

Terlalu memaksa anak mengikuti aneka les bisa membuat anak tertekan dan stres. Kasus seperti itu beberapa kali Ratih jumpai. "Ada yang saking tertekannya sampai nggak mau keluar rumah," ujarnya.

sumber : (vit/ajg) detikhealth