twitter
rss


Punya anak bawel, pinter ngomong pasti seneng ya bun… Tapi pasti di antara kita sebagai orang tua pernah mendengar anak berkata “kasar atau kotor”. Wooow…pasti kaget banget..dan bakal jadi malu kalau hal itu terjadi di depan umum. Pastinya orang-orang akan menganggap kita tidak bisa mendidiknya. Aduuuh…kacau kan ya bun kalau kayak gini…mau taro di mana ini rasa malunyaaa…Hmhmhm..tenaaaang bun semua pasti ada solusinya. Ketika kita mendengar anak berbicara “kasar dan kotor” lakukan lah hal-hal berikut ini :

Pertama, kita harus tenang bun… Jaga ekspresi dan reaksi kita. Bisa jadi dia Cuma asal ngomong saja, padahal tidak tahu makna kata yang diucapkannya. Jangan marah, membentak, apalagi langsung memberikan hukuman fisik karena hal ini tidak akan memberikan dampak apa-apa, kecuali anak malah akan merasa bahwa anda kejam padanya. Ketika reaksi dan ekspresi kita berlebihan seperti tertawa maka anak akan menganggap hal tersebut bagus, wah dan pastinya anak akan mengulang-ngulang lagi kata “kasar dan kotor” tersebut.

Kedua, Tanyakan pada anak dari mana kata-kata tersebut ia dapatkan. Lalu kemudian jelaskan mengapa ia tidak boleh berkata itu lagi.

Ketiga, Berikan konsekuensi dan bersikap tegas ketika anak masih berkata “kasar dan kotor”.

#Oh yaaa..jangan lupa di share ya bun...jangan cuma pinter sendirian aja...kasih tau juga semua temen sanak saudara, handaitaulan, om, tante dan lain-lain....hehe, Arigato... 

(tcap/as/IV/19)




 

1.   Pengawasan Orang Tua

Strategi penanganan biasanya menekankan pada menghilangkan perilaku yang berbahaya, melukai diri sendiri maupun orang lain. Mendorong keterampilan bantu diri (misalnya membersihkan diri setelah buang air kecil/besar atau cara menggunakan kamar mandi, mandi/ merawat tubuh/berpakaian, makan dan minum sendiri), kepatuhan pada peraturan atau permintaan sederhana, munculnya perilaku emosional dan sosial yang sederhana, mongomunikasikan/ mengutarakan kebutuhannya, bermain. Untuk penyandang autis, hasil penanganan bisa sangat bervariasi, bergantung pada anaknya sendiri, orangtua, kualitas dari penanganan dan pendidikan, serta kesempatan-kesempatan yang ada di kemudian hari. Kunci penanganan anak autis adalah perhatian dan kasih sayang.

2.   Kontrol dan Konsistensi dari Orang Tua


Anak dengan berkebutuhan khusus mengalami kesulitan, keterlambatan dan membutuhkan proses yang panjang dalam belajar toiletting (Williams & Wright, 2004). Adanya kesulitan dalam belajar toiletting pada anak  ini disebabkan karena anak menggunakan bahasa komunikasi yang terbatas, mereka mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan apa yang diinginkan. Anak berkebutuhan khusus juga mengalami kesulitan dalam social awareness, maksudnya adalah ia tidak menyadari aturan-aturan sosial yang ada di sekitarnya. Anak juga mengalami kesulitan dalam sensory awareness, maksudnya adalah ia mengalami kesulitan dalam mengenali isyarat-isyarat saat ia akan harus buang air kecil atau besar. Oleh karena itu, orangtua harus membantu anak untuk belajar toiletting dengan strategi tertentu karena hal ini akan membantu mengembangkan keterampilan sosialnya. Pengajaran mengenai toiletting bisa dilakukan dengan kontrol yang ketat dari orangtua. Peraturan dari orangtua disampaikan secara konsisten dan tepat, sehingga anak mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

3.     Keterlibatan orang tua


Keterlibatan orang tua dalam membantu perkembangan anak berkebutuhan khusus merupakan bagian penting dalarn proses pendidikan/ terapi anak untuk mencapai perkembangan yang maksimal. Keterlibatan orang tua dapat termanifestasikan dalam proses penanganan, pemberian pembelajaran/terapi, pemberian informasi, pembuatan program anak, menentukan kapan harus diterapi, memilihkan dokter, psikolog dan para terapis yang sesuai dan dibutuhkan oleh anak dan sebagainya. Dengan kata lain orang tua merupakan manager bagi anaknya sendiri.
Pentingnya keterlibatan orang tua terhadap aktifltas anak demi kemajuan anak. Ada banyak bukti bahwa engangment orang tua memberikan dampak yang cukup signifikan bagi perkembangan anak. Ada pernyataan bahwa dengan keterlibatan orang tua yang cukup, maka 90% dapat meningkatkan perkembangan anak. Namun demikian setidaknya dengan keterlibatan orang tua, maka bentuk pertanggungjawaban perkembangan anak diberikan, terlepas dari kemajuan dan keberhasilan anak.
Komunikasi antara rumah dan sekolah merupakan sebuah aspek panting untuk keberhasilan murid-murid ABK di sekolah. Cara berkomunikasi dengan orang tua dapat menggunakan cara sederhana yakni dengan selembar kertas laporan mengenai perkembangan anak. Dapat dimulai dengan dari hal-hal positif mengenai perkembangan anak dan mengubah hal-hal negatif menjadi bagaimana perbaikan dilakukan.

4.   Memahami perilaku anak


Mengatur perilaku anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah, orang tua dari anak ABK sebaiknya dapat menjadi “detektif” terhadap perilaku anaknya. Menjadi seorang detektif mungkin akan membantu orang tua. Misalnya adalah jika anak memukul-mukulkan tangannya ke kepala. Terdapat kemungkinan alasan ia berperilaku seperti itu, mungkin karena pusing, merasa bosan, menyukai sensasi dari perilaku tersebut, atau frustasi. Orang tua harus memastikan alasan kenapa anak berperilaku demikian. Salah satu caranya adalah dengan melihat apa yang terjadi sebelum perilaku tersebut muncul, lalu apa yang terjadi saat anak tantrum dan terakhir adalah apa yang terjadi setelah anak tantrum. Dengan memahami perilaku anak, orangtua akan lebih dapat menerima keadaan anak mereka dan mengerti bagaimana mengasuh anak  ABK.

5.   Mengajarkan keterampilan sosial


Mengasuh pada dasarnya adalah lebih dari sekedar mengatur perilaku anak, tetapi juga menjaga atau memelihara anak, mencintainya, dan merawatnya. Mengasuh anak ABK juga lebih dari sekedar melakukan pengasuhan mendasar, tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial untuk anaknya; mengembangkan keterampilan berkomunikasi; menghadapi tantrum, agresi, dan frustasi yang dialami anaknya; memberikan makan, minum, atau nutrisi pada anaknya; mengajari anak untuk toiletting, tidur, melakukan hal yang menyenangkan; menghadapi kebiasaan- kebiasaannya; menghadapi tingkah laku dan gerakan berulang (repetitive).

6.   Mengembangkan kemampuan okupasi anak


Anak ABK juga melakukan preoccupation atau kesenangan terhadap objek-objek tertentu. Anak ABK seperti autisme sering melakukan preoccupation yang aneh, misalnya mengumpulkan objek-objek yang tidak biasa (misalnya baterai yang sudah kosong, kunci, stik, batu, bulu, atau lain sebagainya). Selain itu, mereka juga melakukan preoccupation dengan intensitas yang tidak normal, maksudnya ialah anak dengan autisme akan tertarik dengan objek- objek tertentu dalam jangka waktu yang cukup lama, misalnya menjajarkan sabun- sabun atau peralatan mandi di sekitar bak mandi secara tidak teratur, dan lain sebagainya. Maka dari itu, orangtua diharuskan dapat mengarahkan kesenangan anaknya pada suatu hal yang dapat mengembangkan kemampuan anaknya.

#SILAHKAN SHARE N LIKE


(tcap/as/IV/19)