1.
Pengawasan Orang Tua
Strategi penanganan biasanya menekankan pada
menghilangkan perilaku yang berbahaya, melukai diri sendiri maupun orang lain.
Mendorong keterampilan bantu diri (misalnya membersihkan diri setelah buang air
kecil/besar atau cara menggunakan kamar mandi, mandi/ merawat tubuh/berpakaian,
makan dan minum sendiri), kepatuhan pada peraturan atau permintaan sederhana, munculnya perilaku emosional
dan sosial yang sederhana, mongomunikasikan/ mengutarakan kebutuhannya,
bermain. Untuk penyandang autis, hasil penanganan bisa sangat bervariasi,
bergantung pada anaknya sendiri, orangtua, kualitas dari penanganan dan
pendidikan, serta kesempatan-kesempatan yang ada di kemudian hari. Kunci
penanganan anak autis adalah perhatian dan kasih sayang.
2. Kontrol
dan Konsistensi dari Orang Tua
Anak dengan berkebutuhan khusus mengalami kesulitan,
keterlambatan dan membutuhkan proses yang panjang dalam belajar toiletting (Williams & Wright,
2004). Adanya kesulitan dalam belajar toiletting
pada anak ini disebabkan karena anak
menggunakan bahasa komunikasi yang terbatas, mereka mengalami kesulitan dalam
mengkomunikasikan apa yang diinginkan. Anak berkebutuhan khusus juga mengalami
kesulitan dalam social awareness,
maksudnya adalah ia tidak menyadari aturan-aturan sosial yang ada di
sekitarnya. Anak juga mengalami kesulitan dalam sensory awareness, maksudnya adalah ia mengalami kesulitan dalam
mengenali isyarat-isyarat saat ia akan harus buang air kecil atau besar. Oleh
karena itu, orangtua harus membantu anak untuk belajar toiletting dengan strategi tertentu karena hal ini akan membantu
mengembangkan keterampilan sosialnya. Pengajaran mengenai toiletting bisa dilakukan dengan kontrol yang ketat dari orangtua.
Peraturan dari orangtua disampaikan secara konsisten dan tepat, sehingga anak
mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
3.
Keterlibatan orang tua
Keterlibatan orang tua dalam membantu perkembangan anak
berkebutuhan khusus merupakan bagian penting dalarn proses pendidikan/ terapi
anak untuk mencapai perkembangan yang maksimal. Keterlibatan orang tua dapat
termanifestasikan dalam proses penanganan, pemberian pembelajaran/terapi,
pemberian informasi, pembuatan program anak, menentukan kapan harus diterapi,
memilihkan dokter, psikolog dan para terapis yang sesuai dan dibutuhkan oleh
anak dan sebagainya. Dengan kata lain orang tua merupakan manager bagi anaknya
sendiri.
Pentingnya keterlibatan orang tua terhadap aktifltas
anak demi kemajuan anak. Ada banyak bukti bahwa engangment orang tua memberikan
dampak yang cukup signifikan bagi perkembangan anak. Ada pernyataan bahwa
dengan keterlibatan orang tua yang cukup, maka 90% dapat meningkatkan
perkembangan anak. Namun demikian setidaknya dengan keterlibatan orang tua,
maka bentuk pertanggungjawaban perkembangan anak diberikan, terlepas dari
kemajuan dan keberhasilan anak.
Komunikasi antara rumah dan sekolah merupakan sebuah
aspek panting untuk keberhasilan murid-murid ABK di sekolah. Cara berkomunikasi
dengan orang tua dapat menggunakan cara sederhana yakni dengan selembar kertas
laporan mengenai perkembangan anak. Dapat dimulai dengan dari hal-hal positif
mengenai perkembangan anak dan mengubah hal-hal negatif menjadi bagaimana perbaikan
dilakukan.
4. Memahami
perilaku anak
Mengatur perilaku anak berkebutuhan khusus bukanlah hal
yang mudah, orang tua dari anak ABK sebaiknya dapat menjadi “detektif” terhadap
perilaku anaknya. Menjadi seorang detektif mungkin akan membantu orang tua.
Misalnya adalah jika anak memukul-mukulkan tangannya ke kepala. Terdapat
kemungkinan alasan ia berperilaku seperti itu, mungkin karena pusing, merasa
bosan, menyukai sensasi dari perilaku tersebut, atau frustasi. Orang tua harus
memastikan alasan kenapa anak berperilaku demikian. Salah satu caranya adalah
dengan melihat apa yang terjadi sebelum perilaku tersebut muncul, lalu apa yang
terjadi saat anak tantrum dan terakhir adalah apa yang terjadi setelah anak
tantrum. Dengan memahami perilaku anak, orangtua akan lebih dapat menerima
keadaan anak mereka dan mengerti bagaimana mengasuh anak ABK.
5. Mengajarkan
keterampilan sosial
Mengasuh pada dasarnya adalah lebih dari sekedar
mengatur perilaku anak, tetapi juga menjaga atau memelihara anak, mencintainya,
dan merawatnya. Mengasuh anak ABK juga lebih dari sekedar melakukan pengasuhan
mendasar, tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial untuk anaknya;
mengembangkan keterampilan berkomunikasi; menghadapi tantrum, agresi, dan
frustasi yang dialami anaknya; memberikan makan, minum, atau nutrisi pada
anaknya; mengajari anak untuk toiletting,
tidur, melakukan hal yang menyenangkan; menghadapi kebiasaan- kebiasaannya;
menghadapi tingkah laku dan gerakan berulang
(repetitive).
6. Mengembangkan
kemampuan okupasi anak
Anak ABK juga melakukan preoccupation atau kesenangan terhadap objek-objek tertentu. Anak
ABK seperti autisme sering melakukan preoccupation
yang aneh, misalnya mengumpulkan objek-objek yang tidak biasa (misalnya
baterai yang sudah kosong, kunci, stik, batu, bulu, atau lain sebagainya).
Selain itu, mereka juga melakukan preoccupation
dengan intensitas yang tidak normal, maksudnya ialah anak dengan autisme
akan tertarik dengan objek- objek tertentu dalam jangka waktu yang cukup lama,
misalnya menjajarkan sabun- sabun atau peralatan mandi di sekitar bak mandi
secara tidak teratur, dan lain sebagainya. Maka dari itu, orangtua diharuskan
dapat mengarahkan kesenangan anaknya pada suatu hal yang dapat mengembangkan
kemampuan anaknya.
(tcap/as/IV/19)