KETERGANTUNGAN
TERAPIS BISA MERUGIKAN !!
Mungkin saat anda membaca
judul artikel ini akan bertanya-tanya “apa maksudnya?”. Ya.. memang secara
tidak sadar kita sebagai orangtua pernah melakukan hal ini tujuannya agar anak
kita bisa terpantau dan mudah beradapatasi oleh satu terapis saja.
Ketergantungan terapis
yang dimaksud disini adalah dimana saat anak kita menjalankan terapi hanya
ingin di ajarkan oleh satu orang terapis saja. Misal Terapi Okupasi oleh si
Terapis A dan tidak mau diganti atau dikombinasi oleh si terapis B atau yang
lain. Dalam menjalankan terapi dengan satu orang terapis saja menurut saya (berdasarkan pengalaman selama 15 tahun memberikan terapi)
kurang memberikan pelajaran sosialisasi
atau adaptasi untuk si anak, dimana anak hanya mengenal karakter 1 orang
terapis saja. Dan lagi pula suatu saat tanpa diduga jika terapis ini berhenti
bekerja atau cuti karena sesuatu hal, maka si anak tidak mungkin untuk berhenti
terapi juga dan ada kemungkinan si anak akan mengalami kesulitan untuk belajar
dengan terapis pengganti.
Berbeda jika sejak awal
kita sudah mengenalkan beberapa terapis yang akan menjadi team dalam mentreatment seorang anak, team yang
bekerja akan selalu berkoordinasi untuk memantau perkembangan si anak. Jika
salah satu terapis yang bersangkutan cuti maka si anak telah siap di ajarkan
oleh terapis lain karena memang si anak telah mengenalnya sejak awal.
Terapis yang bekerja team
dapat melihat perkembangan anak dari terapis lain yang mengajarnya melalui buku
penghubung yang diberikan dan mengadakan rapat pertemuan team untuk membahas
perkembangan anak tersebut. Selain terapis tentunya juga para orangtua dapat
membaca buku ini dan dapat sebagai panduan untuk melakukan home program
dirumah.
(amel/tcap/VIII/15)
SHOPPING THERAPY
Apa itu Shopping
Therapy? Shopping Therapy istilah yang berasal dari kata bahasa Inggris
"Shopping" yang berati "belanja" dan "Therapy"
yang berarti "terapi atau pengobatan". Istilah ini mungkin sering
didengar pada kalangan terapis rehabilitasi medik. Secara Harfiah artinya
adalah "prilaku belanja terapi" yaitu seperti seringnya orangtua atau
keluarga pasien rehabilitasi medik yang sedang mengikuti terapi okupasi, terapi
wicara, fisioterapi dan sensori integrasi berpindah-pindah tempat terapi dalam
jangka waktu yang singkat misal terapi di Klinik "X" baru 2 bulan
sudah pindah ke Klinik "H" karena merasa terapi yang diberikan tidak
ada perkembangan, begitu seterusnya. Padahal, terapi yang dilakukan memang
membutuhkan waktu dan kesabaran dalam menjalaninya. Setiap individu yang
menjalani terapi, kemajuan
perkembangannya bisa berbeda beda tingkat keberhasilannya, ada yang perkembangannya
sudah terlihat dalam waktu 6 bulan namun ada juga yang sudah bertahun-tahun
perkembangan belum terlihat signifikan tergantung dari tingkat gangguan
perkembangan yang dialami termasuk kategori ringan, sedang atau berat. Biasanya
orangtua menginginkan perkembangan terapi secara cepat. Perlu diketahui proses
merehabilitasi seseorang dengan gangguan perkembangan tidak semudah yang
dibayangkan karena banyak faktor yang mempengaruhi yaitu seperti keseriusan
dalam terapi dengan jadwal yang konsisten, program terapi yang tepat serta
kerjasama yang kuat dengan keluarga dirumah dalam menjalankan program. Jika 3
hal tersebut belum terlaksana dengan baik pada satu tempat terapi, maka dapat
dipastikan perkembangan yang diharapkan tidak maksimal. Apalagi yang suka berpindah-pindah tempat
terapi. Jadi apakah Anda tetap akan Shopping Therapy??
(amel/TCAP/VIII/2015)
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)