Akhir-akhir
ini, banyak orang tua menggunakan stroller untuk memudahkan mobilitasnya saat membawa anak. Entah ini
merupakan gaya hidup zaman modern atau hanya sekadar tren agar bisa dianggap
“kekinian”. Penggunaan stroller tentunya ada
sisi positif atau negatif. Sisi positif penggunaan stroller ini mungkin menguntungkan orang tua agar tidak
kerepotan saat mengajak jalan si balita yang apabila digendong akan terasa
capek. Namun, tanpa disadari sisi negatif penggunaan stroller pun juga ada.
Selain kerugian secara fisik, yaitu seperti kasus seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan
asal Tarzana, California telah meninggal tercekik setelah kepalanya terjebak di antara kursi dan baki (bagian depan stroller). Demikian berita ini dilansir
oleh Komisi Keamanan Produk Konsumen Amerika. Diperkirakan, bayi tidak dapat
melengkung dengan benar dan meluncur ke bawah melalui lubang antara baki dan
bagian bawah kursi.
Selain
itu, kerugian secara psikis dapat berupa hilangnya rasa kedekatan antara anak
dan orang tua yang kelak berdampak pada masa yang akan datang, yaitu biasanya anak akan menjadi kurang
percaya diri. Eric Ericson seorang pionir dalam perspektif
life span dan pencetus teori psikososial mengatakan bahwa pada usia 0-1 tahun adalah
tahap kepercayaan vs ketidakpercayaan yang artinya tahap pertama yang dialami
pada satu tahun pertama kehidupan. Pada masa bayi, kepercayaan akan menentukan
landasan bagi ekspektasi seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal
yang baik dan menyenangkan. Bentuk dari kepercayaan yang dirasakan oleh bayi pada tahun pertamanya
ini akan muncul salah satunya jika ada
kedekatan antara anak dengan orang tua seperti sering menggendong atau
mendekap anak sehingga anak merasa nyaman dan aman. Bentuk kenyamanan inilah
yang akhirnya membuat anak menjadi percaya akan dunia sebagai tempat
tinggalnya. Bila terjadi kegagalan pada fase ini, umumnya pada masa perkembangan selanjutnya anak menjadi kurang percaya
diri terhadap lingkungannya, tetapi tentu saja bukan dikarenakan oleh faktor
ini saja.
Menurut Dra. Tjitjik
Hamidah, M.Si., Psi., seorang psikolog dan dosen Universitas Swasta mengatakan bahwa
“stroller boleh digunakan sebagai
alat bantu sementara dengan penggunaan yang sebentar saja. Jangan sampai penggunaan
stroller menjadi ketergantungan
sehingga anak lebih merasa nyaman di stroller.
Penggunaan stroller yang lama
dikhawatirkan akan membuat attachment
antara ibu dan anak berkurang yang akan menyebabkan gangguan sosio emosionalnya
kelak.
Jadi, mulai sekarang lebih bijaklah sebagai orangtua dalam penggunaan stroller. Lebih baik anak digendong meskipun tidak mengikuti gaya “kekinian” daripada berdampak di masa
perkembangan selanjutnya.
(As/tcap/IV/17)