twitter
rss


Perlakuan bullying atau perundungan akhir-akhir ini semakin marak. Hal ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, namun juga terjadi pada anak-anak SD - SMA bahkan tingkat taman kanak-kanak (TK). Sebagai orang tua tentu kita tidak bisa menjaga anak setiap saat agar terhindar dari bullying. Sebagai solusinya orang tua harus dapat membuat si anak menjadi tangguh dikehidupannya dan dapat membela diri saat bullying terjadi. Berikut beberapa hal yang dapat diajarkan kepada anak agar dapat menghadapi pelaku dan membela diri saat di-bully :

1. Perlihatkan kepercayaan diri
Kepercayaan diri anak akan membuatnya terhindar dari bullying. Membangun tingkat kepercayaan diri bisa dimulai dengan bahasa tubuh yang meyakinkan, berjalan dengan tenang, dan berani melakukan tatap mata.
Latih anak agar dapat melakukan hal itu dengan baik sekalipun ia sedang merasa ketakutan maupun tak percaya diri. Membangun mental adalah kunci utama agar tak ditindas.

2. Membentuk grup pertemanan
Pelaku bullying atau perundungan biasanya tidak menjadikan anak yang punya teman sebagai target. Mereka biasanya menyerang anak-anak yang tampak tak punya teman.
Jika anak Anda adalah tipe anak yang tak punya teman, maka ajari dia menjalin persabahatan walau hanya dengan satu teman. Grup pertemanan akan mencegah perundungan.

3. Ajari anak untuk lebih peka
Ajak anak untuk lebih waspada dengan lingkungan sekitarnya. Apalagi jika terasa ada sesuatu yang tak beres di sekelilingnya.
Melatih kepekaan anak tentang lingkungan tak dapat dilakukan dalam waktu sehari. Mengajari anak membela diri dengan melatih kewaspadaannya, bertujuan untuk menghindarkannya dari keadaan terpojok dan tempat sepi saat dikeroyok.

4. Hindari perkelahian
Kadang, menghindari perkelahian dianggap sebagai tindakan pengecut. Namun, Anda dapat mengatakan pada anak bahwa menghindari perkelahian sama saja sedang mencegah situasi yang lebih buruk terjadi.
Maka, sebelum situasi jadi lebih runyam, lari adalah cara terbaik untuk mencegahnya. Ajari anak kepekaan untuk mempertajam instingnya kapan tanda bahaya untuk lari diperlukan.


5. Gunakan suara yang tegas
Para perundung biasanya tak akan menyerang orang yang memiliki kepercayaan diri dalam suaranya. Namun, hal ini perlu latihan khusus, terutama dalam situasi darurat.
Suara yang tegas juga dapat menjadi teror mental para perundung bahwa lawannya bukanlah orang yang lemah. Sehingga lawan akan berpikir ulang soal serangan yang ia rencanakan.

6. Selalu cari pintu keluar
Kemanapun anak pergi, ajari ia untuk selalu mencari di mana letak pintu keluar. Hal ini akan berguna jika nantinya anak dikepung di sebuah tempat oleh segerombol orang di ruangan tertentu.

7. Berteriak
Salah satu cara mengajari anak membela diri saat terjadi perundungan adalah dengan memintanya berteriak kapanpun ia merasa akan diserang. Selain akan mengacaukan konsentrasi lawan, barangkali akan ada juga bantuan yang datang untuk menolong anak.
Yang jelas, diam saja bukanlah ide yang baik dalam keadaan darurat.

8. Mengikuti kelas bela diri
Bullying seringkali melibatkan serangan fisik. Dengan mengikuti kelas bela diri, anak akan dapat membela diri saat dirundung.
Anak juga dapat mengetahui bagaimana caranya merespon serangan. Selain itu, olahraga bela diri juga dapat meningkatkan kepercayaan anak dan membuat anak dapat melindungi orang sekitarnya yang ditindas oleh perundung.

9. Gunakan teknik bela diri
Orangtua sering takut jika anaknya terlibat dalam perkelahian fisik. Namun, dalam menghadapi perundung yang melakukan serangan fisik, hal itu diperlukan.
Di dalam teknik bela diri ada banyak cara yang gunanya bukan menyerang, namun menghindar. Ajari anak untuk fokus pada menghindari serangan dibanding dengan menghadapinya.

10. Bermain peran dengan anak
Cobalah bermain peran dengan anak untuk memberikan gambaran tentang cara menanggapai orang asing yang mendekati dirinya.


Perlu anda ketahui bahwa anak yang tak dapat membela diri saat terjadi perundungan berpotensi mengalami depresi saat ia dewasa kelak. Selain itu, ada beberapa berita seputar anak yang bunuh diri atau jadi cacat seumur hidup karena bullying.
Maka, mencegah anak dirundung dengan mengajarinya hal-hal di atas dapat menjadi modal sosialnya untuk menghadapi dunia yang sebenarnya. Dengan belajar membela dirinya sendiri, ia juga akan lebih mudah mencari jati diri


*SEBARKAAAN untuk menambah wawasan bagi yang lain.

(tcap/as/III/19)


Mempunyai anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri. Ada sebagian orang yang mudah untuk mendapatkan keturunan dan ada sebagian lagi yang harus dengan perjuangan.  Ketika pasangan suami istri sudah diberikan seorang anak, tentunya menginginkan anak yang sehat baik secara fisik maupun mental. Namun terkadang Tuhan berkehendak lain. Ada beberapa orang tua istimewa yang diberikan anak yang berkebutuhan khusus (ABK). Pada awalnya, setiap orang tua yang memiliki anak bermasalah atau berkebutuhan khusus akan bereaksi tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak mudah bagi orangtua yang anaknya berkebutuhan khusus untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan (acceptance). Ada masa orangtua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orangtua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani anaknya tersebut.

Penerimaan orangtua sangat mempengaruhi perkembangan ABK dikemudian hari. Sikap orangtua yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa anaknya memiliki “gangguan” akan sangat buruk dampaknya, karena hal tersebut hanya akan membuat anak merasa tidak dimengerti dan tidak diterima apa adanya serta dapat menimbulkan penolakan dari anak dan lalu termanisfestasi dalam bentuk perilaku yang tidak diinginkan. Bagaimanapun ABK tetaplah seorang anak yang membutuhkan kasih sayang, perhatian dan cinta dari orangtua, saudara dan keluarganya.

Bentuk penerimaan orangtua dalam penanganan ABK adalah dengan mema- hami keadaan anak apa adanya; memahami kebiasaan-kebiasaan anak; menyadari apa yang sudah bisa dan belum bisa dilakukan anak; membentuk ikatan batin yang kuat yang akan diperlukan dalam kehidupan di masa depan dan mengupayakan alternatif penanganan sesuai dengan kebutuhan anak.

Pentingnya penerimaaan orangtua terhadap anak ABK dalam proses terapi akan sangat menentukan kemajuan proses terapinya. Adapun bentuk peran serta orangtua dalam terapi anak ABK sangat beragam, dari mulai mengantar ke tempat terapi, melakukan pendampingan secara intensif, melakukan pengecekan kepada terapis, mencari informasi-informasi baru untuk menambah wawasan sehingga dapat mela- kukan terapi dirumah, melakukan evaluasi secara periodik (harian, mingguan, bulanan), mengikuti perkumpulan orang tua anak ABK, serta selalu mengikuti perkembangan anak.

Terapi yang diberikan kepada setiap anak ABK memang akan lebih efektif apabila melibatkan peran serta orangtua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang- tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang dicapai oleh anak  mereka dalam setiap fase terapi. Dengan kata  lain, orangtua tidak hanya memasrahkan perbaikan anak mereka kepada para ahli atau terapis tetapi juga turut menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh anak. Dengan  demikian, akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara orangtua dan anaknya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan  emosional dan mental anak menjadi lebih baik dari sebelumnya.



*silahkan share artikel ini untuk berbagi wawasan baru dengan yang lain.

(TCAP/AS/III/19)



A.      DEFINISI PERILAKU

       Perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup (Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1).
       Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula.
       Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.

B.      BENTUK-BENTUK PERILAKU ANAK

        1. Pembangkangan (negativisme), yaitu reaksi anak berupa pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ada
2      2. Agresi, yaitu perilaku menyerang balik baik secara fisik (non verbal) maupun kata-kata (verbal),
3      3. Berselisih atau bertengkar, hal ini bisa terjadi apabila ada anak yang tersinggung oleh tingkah anak lain,
4      4. Persaingan, yaitu keinginan untuk melebihi orang lain, 
5      5. Kerjasama, biasanya pada usia anak 4 tahun, 
6      6. Tingkah laku berkuasa, wujudnya anak suka meminta, memerintah, mengancam dan memaksa, 
7       7. Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egosentris dalam memenuhi keinginan sendiri, 
8       8. Simpati, seiring bertambahnya usia perlahan-lahan sikap mementingkan diri sendiri akan hilang ketika anak sudah mulai perhatian   terhadap orang lain dan mau bekerjasama dengan orang lain.

Permasalahan  perilaku  anak  adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan ketidakmampuan penyesuaian diri.

C.      FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN TIMBULNYA PERMASALAHAN PERKEMBANGAN

       Faktor Biologis
Faktor biologis ini tidak lepas dari keterkaitannya dengan pertumbuhan fisik yang selanjutnya berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak.
       Lingkungan Keluarga
        Keadaan keluarga tertentu yang bisa menyebabkan masalah emosional pada anak-anak. :
-          Orangtua.
-           Komposisi dan keadaan keluarga.
       Lingkungan Sosial
        Satu dimensi dalam lingkungan sosial yang nampak berpengaruh dalam membentuk pola-pola perilaku anak-anak adalah fenomena modelling, dengan meniru perilaku orang lain.

D.      JENIS-JENIS PERMASALAHAN PERILAKU ANAK
a.       Perilaku dengan kegelisahan (Conduct/restless), yaitu yang merujuk pada perilaku agresif, tantrum, konsentrasi rendah, terlalu aktif, sulit diatur, dan merusak
b.      Perilaku ketidakmatangan/terisolasi (Isolated/Immature), yaitu perilaku yang menunjukkan pada perilaku ketergantungan secara berlebih, konsentrasi rendah, cenderung menarik diri, serta sangat sensitif
c.       Perilaku yang merujuk pada keadaan emosi atau ketidaksenangan (Emotional/Miserable). Area permasalahan ini merujuk pada perilaku kecemasan, temper tantrums, buang air besar/kecil di celana, menunjukkan banyak reaksi ketakutan, menuntut perhatian, anak yang menangis berlebihan.

E.       PENGARUH PERMASALAHAN PERILAKU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK
a.       Dampak internal, yaitu akibat yang tertuju pada diri sendiri; munculnya emosi yang negatif dan temperamen yang sulit, serta tidak mampu beradaptasi (Bates dan Bayles, 1988), perkembangan kognitif yang terhambat berkenaan dengan ketidakmampuan menyesuaikan dengan program kegiatan belajar (Stevenson dalam Koot, 1996).
b.      Dampak eksternal, yaitu akibat yang tertuju pada lingkungan anak, seperti mengganggu suasana kelas serta penolakan  teman  sebaya  (Grainger, 1997).

F.       CARA-CARA MENGATASI MASALAH PERILAKU ANAK

       Menasehati dengan tegas
Cara pertama untuk mengatasi anak yang memiliki masalah perilaku yakni dengan menasehati. Apabila anak Anda sering marah bahkan membanting barang, cobalah nasehati secara lembut bahwa perbuatannya itu tidak baik dan dibenci Tuhan. Sampaikanlah hal ini dengan tegas namun jangan membentak Anak berlebihan.
       Bersikap sabar
Menasehati anak tidak cukup hanya sekali atau dua kali. Anda harus melakukannya berkali-kali hingga anak benar-benar memahaminya. Setiap kali anak mulai berperilaku menyimpang, maka segera katakan “Jangan begitu, perbuatanmu salah!”. Yang terpenting jangan berikan ia celah untuk melakukan hal-hal yang tidak baik.
       Memberi hukuman
Hukuman cukup penting untuk menghentikan sikap agresif anak.
       Ajarkan untuk meminta maaf
Apabila anak tersebut memukul temannya, maka ajarkan kepada ia cara meminta maaf. Berikan pilihan kepada anak, “Apakah ingin dihukum? Ataukah meminta maaf?!”. Ajarkan bahwa memukul adalah tindakan keliru. Dipukul itu sakit. Jadi jangan memukul orang lain.
       Ajaklah berbicara
Ada beberapa orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga tidak peduli terhadap anak. Mereka tidak mengerti mengapa anaknya bersifat temperamen dan suka marah-marah saat berada di rumah? Apa penyebabnya?
       Berikan pujian
Memberikan pujian bagi anak kecil itu sangat penting. Anak kecil cenderung merasa bangga dan senang apabila dipuji.
       Motivasi untuk berbuat baik
Membelikan hadiah untuk anak bukan berarti memanjakannya. Tidak apa-apa jika tidak terlalu sering.
       Memberikan contoh yang baik
Salah satu faktor yang menyebabkan anak berperilaku agresif karena mencontoh dari lingkungannya. Misalnya ibu dan ayahnya suka bertengkar dan berkata kasar. Maka otomatis anak juga akan meniru.
       Ajaklah berolahraga
Jangan mendiamkan anak di dalam rumah saja. Sebaiknya, ajaklah ia berolahraga setiap hari (misalnya jogging, bersepeda atau lainnya).
       Pantau saat menonton TV
Tak jarang sebuah sinetron menunjukkan sikap pemeran antagonis yang jahat dan marah-marah. Hal ini bisa saja ditiru oleh anak yang menontonnya. Sehingga secara tak langsung akan membangun karakter anak itu menjadi mirip orang di televisi tersebut. Hal ini bahaya sekali. Ini sesuai dengan penelitian Bandura seorang ahli Psikologi.
       Ajarkan untuk bersikap disiplin
Disiplin disini berarti Anda memberikan batasan-batasan yang jelas dan tidak boleh dilanggar. Semisal, “ibu hanya akan membelikan mainan jika mainanmu rusak”. Kemudian atur juga jam tidurnya, waktu belajar, waktu bermainnya dan waktu makan.
       Jangan terlalu dimanjakan
Orang tua jaman sekarang cenderung terlalu memanjakan anak-anaknya. Akibatnya, si anak tumbuh menjadi pribadi yang “lembek”, egois, segala kemauannya ingin dituruti dan tidak mau dinasehati.
       Jangan berbuat kasar pada anak
Jika Anda menimpalinya dengan perbuatan kasar (seperti membentak atau berbuat kekerasan fisik) maka hal ini hanya menyelesaikan masalah untuk sesaat.
       Berkonsultasi ke Psikolog Anak
Apabila masalah perilaku anak tidak juga menghilang walaupun Anda telah mempraktekkan metode-metode diatas, atau bahkan sudah melekat hingga ia berusia lebih dari 5 tahun, maka sebaiknya Anda berkonsultasi ke Psikolog Anak.

(TCAP/AS/III/19)