twitter
rss

Layanan Home Visit

TERAPIS WICARA HOME CARE/VISIT/TERAPI DI RUMAH

Terapi wicara merupakan terapi yang di lakukan untuk merehabilitasi ketidakmampuan fungsi bicara dan menelan agar dapat berkomunikasi dengan...

Berikut ini adalah penyebabnya yang palin umum :

  • Orang tua yang penuh rasa bersalah cenderung terlalu banyak memanjakan dan kurang mendisiplinkan anak-anak mereka, yang penting kehidupan di dalam rumah menjadi menyenangkan.

  • Orang tua tidak memiliki energi untuk konsisten. Misalnya suatu hari orang tua melarang anak makan puding untuk sarapan, meski ada rengekan atau amarah dari anak; Keesokan harinya (ketika orang tua dalam kondisi kelelahan karena begadang dengan si bayi mungilnya), maka si orang tua berpikir bahwa tidak apalah membiarkan kakaknya makan puding, to itu tidak akan membuatnya sakit, sehingga menyerah dengan rengekan si kakak. Perilaku seperti ini mengajarkan anak bahwa peraturan itu tidak ada.

  • Orang tua terlalu banyak membantu. Saat balita frustrasi, banyak orang tua ingin segera terjun membantu, kata Lerner. Hal ini juga terjadi pada orang tua yang tergesa-gesa dan sedang stress. Anak-anak menjadi manja karena mereka mulai mengandalkan Ibu atau Ayah untuk melakukan segalanya - berpakaian, menyelesaikan teka-teki, mengambil kotak jus. Upayakan agar orang tua selalu mendorong anak untuk melakukan segala sesuatu untuk dirinya sendiri.

  • Orang tua ingin memberi semua yang tidak mereka miliki. Tentu saja, membeli barang untuk anak-anak sangat menyenangkan, terutama saat mereka bergerak melampaui fase bermain. Tapi memberi anak terlalu banyak bisa menjadi bumerang, membuat mereka selalu mencari hal baru berikutnya daripada merasa puas dengan apa yang mereka miliki. 

  • Orang tua yakin mereka adalah yang utama. Kita semua pernah melihat orang tua yang tersenyum saat anak-anak mereka berbicara keras, mendorong anak lain, atau mengetuk-ketuk benda-benda yang mudah pecah. Orang tua ini tidak mengerti bagaimana menghentikan perilaku tersebut, jadi mereka merasionalisasinya sebagai tindakan lucu. Lebih mudah memang dengan memaklumi daripada mencegah anak tersebut melakukan hal tersebut. Orang lain, bagaimanapun, tidak respek. Dan anak-anak yang tidak diberi batas atau aturan akan kesulitan untuk menghormati orang lain dan harta benda mereka di kemudian hari.


 

Aspek perkembangan yang dapat dioptimalkan pada anak usia dini salah satunya yaitu perkembangan fisik motorik. Perkembangan fisik motorik adalah perkembangan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat saraf, dan otot yang terkoordinasi. Gerak tersebut berasal dari perkembangan refleks dan kegiatan yang telah ada sejak lahir.

Apabila perkembangan motorik halus anak mengalami keterlambatan, maka akan berpengaruh pada rasa percaya diri anak, dan kesuksesan dalam kehidupannya, oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak agar berkembang secara optimal.

Kegiatan pengembangan motorik halus pada anak salah satunya bertujuan untuk melatih perkembangan koordinasi antara mata dan tangan, oleh karena itu perkembangan motorik halus penting atau perlu dikembangkan karena pengembangan motorik halus akan berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis, selain itu dalam melatih koodinasi mata untuk daya lihat juga merupakan perkembangan motorik halus lainnya seperti melatih kemampuan anak melihat ke arah kiri dan kanan, atas bawah yang akan berpengaruh pada persiapan membaca awal pada anak.

Perkembangan motorik halus dengan mengembangkan koordinasi gerak memudahkan anak untuk lebih percaya diri dalam melakukan aktivitas dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan. Anak juga senang berpartisipasi dalam aktivitas gerak ringan seperti menggambar, mewarnai, melukis, memotong, dan menempel. Kegiatan ini juga membutuhkan program yang mencakup gerak dan permainannya, yang didukung oleh gizi baik dan kebiasaan sehat. Pertumbuhan ketrampilan motorik halus pada anak tidak akan berkembang melalui kematangan begitu saja, melainkan juga dengan ketrampilan itu harus dipelajari serta stimulasi yang didapatkan oleh anak dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah yang mendukung.

 

Mengasuh anak terutama pada anak usia 2-6 tahun memerlukan mental yang kuat sebagai orangtua. Anak yang sedang menglalami masa perkembangan otak pada fase optimal untuk mempersiapkan anak memeroleh keterampilan awal dan pembelajaran di sekolah sampai kehidupan dewasa nanti. Pada saat yang sama anak mengembangkan insiatif mereka untuk mengeksplorasi dunianya, mencontoh orang-orang terdekatnya, menjadi tahu tentang penghargaan dan hukuman yang diterima setelah berperilaku tertentu, dan mengembangkan regulasi diri untuk kesiapan dalam bersekolah.

Karakteristik anak usia 2-6 tahun seperti yang dipaparkan sebelumnya membuat tantangan dan hambatan sangat mungkin terjadi sehingga pengasuhan menjadi sebuah kondisi sulit dan dapat mengakibatkan orang tua akhirnya menjadi khawatir dan tidak gembira. Salah satu tantangan tersulit menjadi pengasuh anak usia 2-6 tahun adalah mengetahui apa yang harus dilakukan ketika anak-anak sedang berperilaku buruk atau tidak taat. Selain menghadapi ketidaktaatan anak, keinginan orangtua untuk memberikan pengasuhan terbaik bagi anak juga dapat menjadi sumber stres tersendiri baginya. Berbagai perilaku anak dan aktivitas pengasuhan sehari-hari, dirasakan orangtua dapat mengakibatkan kelelahan dan menguras energi psikis.

Di dalam kondisi lelah secara psikis akibat tantangan dan hambatan yang dihadapi, orangtua sebagai pengasuh dapat menjadi kurang peka dan cenderung reaktif dalam menghadapi perilaku anak. Perilaku reaktif dapat ditunjukkan melalui perilaku kasar, keras, otoriter serta menggunakan cara menghukum yang keras sebagai akibat dari kondisi orangtua yang mengalami stress. Stres dapat diakibatkan oleh sulitnya mengatur perilaku anak, seperti perilaku anak sering berteriak ataupun kesulitan mengatasi anak yang terlalu banyak bertanya, dan sebagainya. Kesulitan tersebut dapat diperburuk oleh kondisi keuangan keluarga yang kurang baik (kemiskinan) sehingga dapat memengaruhi sumber daya emosional yang seharusnya dapat membuat orang tua berperan dengan efektif.

Di dalam kondisi stres, orang tua menjadi lebih menolak, lebih mengontrol, reaktif, serta kurang hangat terhadap anak-anak mereka. Stres akan dikatakan tidak wajar ketika stressor (dalam konteks yang muncul akibat peran orang tua dalam mengasuh anak) dinilai telah melampaui kemampuannya untuk mengatasi sehingga individu kehilangan sumber daya (exhausted) untuk bergerak mengatasinya atau hanya melakukan perenungan yang tidak produktif. Stres yang terus menerus dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental orang tua. Dampak lain yang dialami adalah dapat menimbulkan kesulitan untuk memberikan pengasuhan yang efektif terhadap anak sehingga akhirnya memengaruhi perkembangan anak. Stres pengasuhan dapat mengubah sikap orang tua pada anak melalui perilaku mereka dalam mengasuh anak seperti pengabaian bahkan perilaku kasar. Orang tua dapat menjadi sering menggunakan ancaman dan menanamkan kedisiplinan pada diri anak dengan melakukan tindak kekerasan ataupun cara-cara yang kasar. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa stress pengasuhan bukan hanya berdampak terhadap anak melainkan juga terhadap orangtua.